MAKALAH
EVALUASI PENERAPAN TAHAP CHECK DALAM SMK3
STUDI KASUS PT. SEMEN GRESIK (PERSERO) Tbk.
OLEH:
KELOMPOK III
ADITIA RAHMAN (0910942030)
RIZKI ANANDA (1010942002)
HESTIA MARIESTA (1110942037)
INTANI SELCIO (1110942017)
NAILUL HUSNI (1210942010)
NUR AZIZAH (1210942033)
DOSEN:
ESMIRALDA, MT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Seiring
dengan adanya globalisasi disegala bidang maka perindustrian di Indonesia
mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini di tandai dengan bertambah
majunya teknologi yang digunakan dalam menjalankan proses
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Namun, perubahan
dalam proses ini juga bisa menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan terhadap
tenaga kerja atau kecelakaan kerja.
Kegagalan pada setiap proses atau aktifitas
pekerjaan, dan saat kecelakaan kerja
seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian.
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan (fatigue);
b. Kondisi kerja dan
pekerjaan yang tidak aman (unsafe working
condition);
c. Kurangnya penguasaan
pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training;
d.
Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Perkembangan industri mempunyai korelasi dengan pekerja. Banyak
industri yang prosesnya berdampak negatif terhadap kesehatan
dan keselamatan pekerjanya, seperti industri bahan kimia, jasa konstruksi,
nuklir, plastik, besi,baja,dan masih banyak lagi. Sejalan dengan hal ini, maka
industri – industri yang berdampak bagi pekerjanya harus mengelola lingkungan
kerjanya agar dapat menurunkan dampak tersebut. Sikap kritis dari masyarakat
dunia juga mendorong industri yang beresiko ke pekerja untuk menerapkan
suatu sistem pengelolaan yang aman bagi pekerjanya.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan bahwa setiap tenaga kerja
berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional. Begitu juga dengan setiap orang lain yang berada di tempat
kerja terutama di pabrik atau industri, perlu
terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu, penyusunan program,
membuat prosedur, pencatatan dan mengawasi serta membuat laporan penerapan di
lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja bagi para pekerja semuanya
merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Tujuan dan sasaran
sistem Manajemen K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) adalah terciptanya sistem
K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif.
1.2
Tujuan
Tujuan dari adanya makalah ini
adalah:
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3);
2.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3);
3.
Mengetahui prinsip dasar dari SMK3;
4.
Mengevaluasi tahap check dalam SMK3 di
PT. Semen Gresik
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sejarah
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. adalah perusahaan yang bergerak dibidang
industri semen dan merupakan pabrik semen pertama yang dibangun setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. pada awalnya didirikan dengan nama NV Pabrik Semen Gresik
yang berdiri pada tanggal 25 Maret 1953 dengan Akta Notaris Raden Mr. Soewandi
No. 41, diresmikan oleh Presiden RI pertama pada tanggal 7
Agustus
1957 dengan kapasitas 250.000 ton semen per-tahun.
Pada
tanggal 17 April 1961, NV Pabrik Semen Gresik dijadikan Perusahaan Negara
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 1961, kemudian berubah menjadi
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. berdasarkan Akta Notaris J.N. Siregar, S.H. No.
81 tanggal 24 Oktober 1969.
PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. memproduksi berbagai jenis semen diantaranya; Semen
Portland Tipe I (OPC), Semen Portland Tipe II, Semen Portland Tipe
III, Semen Portland Tipe V, Special Blended Cement (SBC), Portland
Pozzoland Cement (PPC), Portland Composite Cement (PPC), Super
Masonry Cement (SMC), Oil Well Cement (OWC).
2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3)
SMK3 adalah suatu manajemen dalam sebuah perusahaan yang
bertujuan untuk meminimalkan dampak yang merugikan yang terjadi pada kesehatan
dan keselamatan pekerja serta kerugian properti. Keselamatan kerja dan
kesehatan kerja memiliki hubungan yang terpadu pada Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut SMK3, yaitu bagian
dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi: struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif. Secara filosofi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 2000).
Dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan
kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja secara optimal,
meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan
produktivitas kerja maksimum dibutuhkan faktor pendukung antara lain kesehatan
pekerja. Adapun tujuan dari diselenggarakannya upaya kesehatan kerja dalam
suatu industri antara lain:
1.
Melindungi tenaga kerja
atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi dan produktivitas;
2.
Menjamin keselamatan
setiap orang lain yang berada di tempat kerja;
3.
Memelihara dan
mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien.
Secara umum, SMK3 dilakukan
meleui beberapa tahapan berupa
Plan-Do-Check-Action (PDCA). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing
tahapannya:
1. Plan
(tahapan perencanaan)
Pada tahapan ini sebuah perusahaan merencanakan segala
perencanaan tentang sistem K3 yang akan diterapkan di perusahaan tersebut.
2. Do (tahap implementasi)
Pada tahapan ini semua perencanaan yang telah dibuat pada
tahapan plan diimplementasikan pada
semua pekerja yang ada di sebuah perusahaan.
3. Check (pemeriksaan dan evaluasi)
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan dan evaluasi
terhadap semua planning beserta implementasinya. Disini akan diperiksa apakan
program-program yang telah dilakukan berjalan secara efektif atau tidak.
4. Action (Tindak
Lanjut)
Setelah dilakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan dan
didapatkan bahwa suatu kebijakan ternyata belum berjalan efektif atau belum
sesuai dengan yang diinginkan, maka kita adakan perbaikan kemudian tindak
lanjut untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Menurut Tunggal S.W (1996), Tahapan Kebijakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja memiliki beberapa tahapan antara lain:
1.
Perencanaan
Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko.
Identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian resiko dari kegiatan produk barang dan atau jasa harus
dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja, karenanya harus dipelihara dan ditetapkan
prosedurnya.
2.
Peraturan Perundangan
dan Peraturan Lainnya
Organisasi
harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi dan pemahaman
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan organisasi yang
bersangkutan. Manajemen organisasi juga harus menjelaskan peraturan perundangan
dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.
3.
Tujuan dan Sasaran
Manajemen
Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja ditetapkan
oleh organisasi sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a. Dapat diukur,
b. Satuan/indikator pengukuran,
c. Sasaran pencapaian,
d. Jangka waktu pencapaian.
4. Indikator Kerja
Dalam
menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
organisasi harus menggunakan indikator yang dapat diukur sebagai penilaian
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi
mengenai keberhasilan pencapaian Sistem Manajemen K3. Kecelakaan yang
didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan
kerugian fisik (Physical harm) atas orang atau kerusakan atas milik atau
harta benda (property). Kecelakaan terjadi adalah sebagai akibat dari
kontak dengan sumber energi (kinetik, kimia, dan panas) yang melebihi nilai
ambang batas.
Sedangkan
kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat
dari kerja (Notoadmojo S, 1996). Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor PER.05/MEN/1996 disebutkan bahwa: kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat melalui proses
konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat keseluruhan
tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program
kerja perusahaan yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan ini ditanda
tangani oleh pengusaha dan atau pengurus.
2.2.1 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur,
1976).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa keselamatan kerja memegang
peranan yang penting dalam lingkungan kerja. Hal ini berkaitan dengan
perlindungan terhadap tenaga kerja, dalam hubungannya dengan pekerjaan yang
dapat menimbulkan resiko bahaya tinggi.
Keselamatan kerja diperlukan tenaga kerja untuk
memberikan jaminan akan kenyamanan dan keselamatan diri dalam lingkungan kerja.
Selain itu juga keselamatan kerja berkaitan erat dengan produktivitas
perusahaan. Dengan keselamatan kerja yang tinggi, maka kecelakaan kerja dapat
berkurang, sehingga tenaga kerja dapat lebih produktif bekerja. Oleh karena
itu, keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab perusahaan saja, tetapi juga
kesadaran dan tanggung jawab tenaga kerja dengan disertai pengawasan yang baik
dari pemerintah.
2.2.1.1 Keadaan Darurat
Keadaan darurat pada umumnya terjadi karena
adanya bencana, bencana sering diidentikkan
dengan sesuatu yang buruk. Dalam penerapan SMK3, setiap perusahaan harus
memiliki tim siaga tanggap darurat. Siaga Tanggap Darurat (STD) bertujuan untuk
menjamin identifikasi dan pemantauan potensi keadaan darurat yang dapat
beresiko terhadap manusia, asset perusahaan dan lingkungan, juga sebagai
panduan pelaksanaan pemantauan, pencegahan, penanganan terhadap kejadian
darurat, serta panduan tindakan pemulihan lingkungan dari kejadian darurat.
Penerapan prosedur ini meliputi identifikasi, pemantauan, pencegahan dan
penanganan kejadian darurat yang mungkin terjadi di suatu lokasi. Berikut
adalah beberapa penyebab keadaan darurat:
a.
Keadaan kerja
yang berpotensi beresiko kepada manusia, asset perusahaan dan lingkungan;
b.
Pencemaran
akibat aktivitas yang menggunakan B3 dan pengelolaan B3;
c. Bencana
kebakaran;
d.
Bencana
ledakan akibat aktivitas perusahaan;
e. Bencana
alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dll;
f. Kerusuhan yang beresiko mengancam keamanan dan keselamatan karyawan dan
aset perusahaan.
2.2.1.2
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cedera atau
kehilangan nyawa pekerja merupakan kerugian baik pekerja sendiri maupun
perusahaan. Dengan menghilangkan penyebab terjadinya kecelakaan diharapkan
tercipta rasa aman bagi para pekerja, keluarga pekerja dan masyarakat luas. Dan
akhirnya usaha demikian juga akan mendorong kemajuan perusahaan dan masyarakat.
Tindakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah menjaga
pekerja dari resiko kecelakaan kerja, sebab sekali terjadi kecelakaan kerja tidak
hanya membawa pengaruh bagi pekerja yang bersangkutan tetapi juga akan membawa
pengaruh kepada berbagai pihak.
Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan keluarganya
tentu mengalami berbagai penderitaan fisik, mental maupun ekonomis. Terjadinya
kecelakaan juga mempengaruhi suasana tempat kerja, rekan kerjanya akan merasa
kehilangan semangat kerja sebagai akibat dari kehilangan rekan kerja baik
sementara atau selamanya. Hal tersebut menjadi hambatan dalam penyelesaian
pekerjaan selanjutnya. Selama penyelidikan penyebab kecelakaan dan upaya
tindakan untuk menjaga keselamatan, pekerjaan perlu dihentikan sementara
sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan jadwal kerja. Dengan
demikian kerugian tidak hanya terhadap pada pekerja yang bersangkutan saja.
Selain kerugian secara langsung terhadap pekerja itu
sendiri, secara fisik maupun mental, bila menghitung kerugian secara tidak
langsung seperti tenaga, materi/bahan/sarana produksi, biaya perawatan yang
hilang ternyata menjadi sangat besar.
2.2.2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja dikenal juga dengan istilah Hygiene Industry atau Higiene
Perusahaan. Kegiatannya bertujuan agar terlindung dari berbagai macam resiko
akibat lingkungan kerja. Menurut Suma’mur (1976) Higiene Perusahaan adalah spesialisasi
dalam ilmu hygiene beserta prakteknya yang melakukan penilaian pada
faktor penyebab penyakit secara kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja
perusahaan, yang hasilnya digunakan untuk dasar tindakan korektif pada
lingkungan, serta pencegahan, agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan
terhindar dari bahaya akibat kerja, serta memungkinkan mengecap derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kecelakaan
kerja biasanya terjadi bila alat dan manusia bersentuhan. Persentuhan yang
dapat mengakibatkan kecelakaan, selain disebabkan ketidakberesan pada alat atau
manusia, juga kedua-duanya. Untuk itu diperlukan upaya agar dapat mencegah
terjadinya kecelakaan kerja. Usaha menjaga keselamatan tidak harus merupakan
pekerjaan yang tidak berkaitan dengan tugas pokok, tetapi harus terpadu dengan
tugas pokok. Dengan demikian, keselamatan kerja dapat pula meningkatkan
efisiensi kerja maupun mutu. Dengan alasan tersebut, dikatakan bahwa usaha peningkatan
keselamatan kerja adalah bagian dari tugas masing-masing.
Suatu pekerjaan mempunyai 4 syarat, yaitu:
1. K3;
2. Mutu;
3. Efisiensi;
4.
Cost (biaya).
Pekerjaan baik harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tersebut. Namun dalam kenyataan di dalam melakukan suatu kegiatan produksi,
selain terjadi kecelakaan dan produk cacat, juga terjadi keterlambatan waktu
penyerahan produk. Sebenarnya terjadinya kecelakaan, produk cacat dan
keterlambatan tersebut adalah akibat dari keyakinan yang terjadi sebelumnya.
Bilamana kelainan tersebut dihilangkan segera sesudah kelainan tersebut
terjadi, pekerjaan dapat diteruskan kembali dengan lancar.
Keadaan di tempat kerja dapat terjadi perubahan pada
setiap saat. Oleh karena itu, tugas supervisor/
pengawas adalah melakukan tindakan untuk menyesuaikan dengan perubahan
tersebut, dan jika terjadi kelainan segera mengambil langkah untuk
mengatasinya. Untuk mengetahui struktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat
di lihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sumber:Surifin, 2009
Alasan-alasan
mengapa pengawas merupakan kunci dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja:
1.
Oleh karena ia
selalu berada di tempat kerja, dan sangat mengetahui keadaan di lapangan;
2.
Sangat
mengetahui sifat dan kemampuan bawahan;
3.
Memiliki
paling banyak kesempatan untuk menghilangkan keadaan yang tidak baik dari segi
keselamatan dan kesehatan kerja;
4.
Memiliki
paling banyak kesempatan untuk memperbaiki tingka laku;
5.
Sangat
mengetahui mengenai kasus kecelakaan dan bencana yang pernah terjadi sebelumnya
di tempat kerja tersebut;
6.
Sangat
mengetahui metode kerja untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja;
7. Bertanggung jawab akan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bawahannya.
2.3 Pengaruh K3
Bekerja merupakan salah satu kegiatan
utama bagi setiap orang atau masyarakat untuk mempertahan hidup dan kehidupannya.
Ilmu kesehatan kerja berusaha mencari upaya agar masyarakat dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan dirinya.
1.
Kapasitas
atau Kemampuan Kerja
Kapasitas atau kemampuan kerja merupakan
hal yang paling utama mempengaruhi produktivitas kerja. Karena tanpa fisik yang
sehat tidak mungkin menghasilkan kerja yang maksimal. Berikut adalah beberapa
hal yang bekaitan dengan kapasitas dan kemampuan kerja:
a.
Jenis
kelamin;
b.
Umur;
c.
Gizi;
d.
Tingkat
kesehatan;
e.
Postur
tubuh dan keadaaan fisiologis tubuh;
f.
Pendidikan;
g.
Keterampilan
dan lain-lain.
2.
Beban
Kerja
Beban kerja baik secara fisik maupun
mental juga sangat mempengaruhi kinerja suatu aktivitas, misalnya:
a.
Mengangkat;
b.
Berlari;
c.
Memikul;
d.
Berpikir
dan lain-lain.
3.
Kenyamanan
Pekerja
Kenyamanan pekerja atau
ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja
dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian
tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang
akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja
dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa
definisi menyatakan bahwa ergonomi
ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO
antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya
dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan
kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.
a.
Kondisi
jalan;
b.
Kondisi
alat;
c. Tinggi meja,
d. Sempitnya ruangan;
e. Tata letak ruangan;
f.
Material kursi, dan lain-lain.
4.
Lingkungan
Kerja
Aktivias di lingkungan pekerjaan akan
menurun jika lingkungan pekerjaan terganggu, antara lain:
a.
Kebisingan;
b.
Cuaca
panas;
c.
Cuaca
Dingin;
d.
Debu.
5.
Bahaya
Darurat
Aktivitas kerja tidak lepas dari bencana, setiap pekerja
harus mempunyai sikap siaga terhadap bencana.
a.
Kebakaran;
b.
Gempa
bumi;
c.
Letusan
gunung merapi;
d.
Banjir, ledakan, dan lain-lain.
2.4 Pencegahan Permasalahan K3
2.4.1 Safety
First
Dasar
manajemen yang sehat adalah pengendalian keselamatan yang tepat. Pengendalian
keselamatan dibutuhkan selain menjaga jiwa dan kesehatan pekerja, juga penting
untuk mengendalikan suatu usaha. “Manajemen yang mengutamakan keselamatan”
adalah seperti contoh US Steel Co. Ltd. Yang pertama kalinya menggunakan
semboyan “Safety First (keselamatan
adalah No.1)”, akhirnya dengan pasti meningkatkan mutu dan produktivitas.
Emergency Response
Planning
Salah satu betuk safety first adalah Emergency
Response Planning. Prosedur penangulangan bencana, di PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk. Pabrik Gresik telah dibuat dan diorganisir sedemikian rupa agar
proses evakuasinya dapat berjalan lancar dan kerugian dapat diminimalisirkan.
Pelatihan secara rutin selalu diadakan untuk membentuk tim yang solid dan siap
tanggap. Selain itu, seluruh karyawan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik
Gresik juga harus tahu mengenai prosedur tanggap darurat yang ada. Setiap lay
out gedung, tempat kerja dan perkantoran di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.
Pabrik Gresik selalu memiliki tangga darurat yang disertai dengan petunjuk arah
keluar berupa tanda panah yang ada pada beberapa anak tangga. Nomor-nomor
penting yang harus dihubungi jika terjadi bencana atau keadaan darurat juga
telah tertempel di beberapa tempat di lingkungan pabrik. Nomor telepon penting
tersebut diantaranya; keamanan (4441), rumah sakit (4442), ambulan (4443),
kebakaran (4444) dan kecelakaan (3333).
1. Prosedur
Penanggulangan dan Pemulihan Keadaan Darurat
Prosedur K3
yang telah dibuat oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik dalam
menghadapi keadaan darurat atau bencana antara lain:
a. Membuat
prosedur dan mengidentifikasikan keadaan darurat yang potensial baik di dalam
maupun di luar tempat kerja yang didokumentasikan.
b. Menguji dan
meninjau ulang prosedur keadaan darurat bersama petugas yang berkompeten.
Memberi
pelatihan atau instruksi mengenai prosedur keadaan darurat yang sesuai dengan
tingkat risiko.
c. Meletakkan
instruksi keadaan darurat secara jelas dan mencolok untuk diketahui seluruh
pegawai.
Sedangkan
prosedur K3 yang telah dibuat oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik
Gresik mengenai rencana pemulihan keadaan darurat antara lain:
a. Membuat
prosedur pemulihan keadaan darurat.
b. Melaksanakan
pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi yang
normal.
c. Membantu
pegawai yang mengalami trauma akibat kondisi keadaan darurat yang terjadi.
2.
Penanggulangan Kebakaran
Untuk penanggulangan terhadap
bahaya kebakaran, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik secara khusus
telah menyiapkan perlengkapan seperti APAR, hidran, fire alarm system dan
mobil PMK.
a.
Alat pemadam Api Ringan (APAR) PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik telah menyediakan APAR di setiap unit kerja
bahkan di setiap sudut dan depan ruangan yang juga dilengkapi dengan petunjuk
dan prosedur cara penggunaanya serta sebuah kartu merah yang menunjukkan
kondisi APAR itu sendiri. Dari hasil pengamatan, APAR telah tersedia di semua
unit kerja. Pemasangan APAR juga ditempatkan pada posisi yang terlihat dan
mudah dijangkau dengan ketinggian 125 cm dari lantai juga dilengkapi dengan
kartu yang berisikan tanggal pengisian dan kondisi APAR.
b. Hidran
Hidran yang
ada di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik dibagi menjadi 2 macam:
1) Hidran
lapangan yaitu hidran yang terletak di luar bangunan atau di halaman pabrik.
2) Hidran yang
terletak di dalam gedung atau ruangan.
Pengecekan hidran dilakukan setiap
minggu bersamaan dengan pengecekan APAR. Pengecekan hidran tersebut antara
lain:
1)
Memeriksa kondisi dan kelengkapan box
hidran diantaranya; nozzle berdiameter 2,5 inchi sebanyak 1 buah, selang
berdiameter 2,5 inchi sebanyak 1 buah, kopling penyambung machino dan kunci
hidran untuk membuka valve hidran.
2)
Memeriksa tekanan air dengan membuka valve
hidran.
c. Fire Alarm
System
Fire Alarm System merupakan
sistem deteksi dini apabila terjadi kebakaran agar dapat segera diketahui
secara cepat dan tepat. Jenis fire alam system yang ada di PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik yaitu:
1) Detektor
panas (heat detector)
2) Detektor
asap (smoke detector)
d. Mobil PMK
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik
Gresik telah menyediakan 2 buah mobil PMK. Mobil PMK ini digunakan untuk
penanggulangan terjadinya kebakaran baik di lokasi dalam pabrik maupun di luar
pabrik atau masyarakat umum. Untuk perawatan mobil PMK ini hanya dengan
pemanasan mesin secara rutin setiap hari dan mengecek peralatan PMK.
2.4.2 Alat Pelindung Diri
(APD)
APD
adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila berada
pada suatu tempat kerja yang berbahaya. APD merupakan peralatan yang harus disediakan oleh
pengusaha oleh karyawan. Kewajiban menggunakan APD itu sendiri telah disepakati
oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia .
Adapun bentuk APD
standar untuk bahan kimia berbahaya adalah pelindung kepala (helm), pelindung
mata, pelindung wajah, pelindung tangan, dan pelindung kaki, pelindung telinga,
tali keselamatan, jas laboratorium (bagi pekerja di Industri yang banyak
bekerja di laboratorium).
APD terdiri
dari:
1.
Pelindung Kepala
Pelindung kepala dikenal sebagai
safety helmet.pelindung kepala yang dikenal ada 4 jenis,yaitu Hard hat kelas A
, kelas B , kelas C dan bump cap. Klasifikasi masing-masing jenis adalah
sebagai berikut:
a. Kelas A
Hard hat kelas A
dirancan untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh dan melindungi dari arus
listrik sampai 2.200 volt.
b. Kelas B
Hard hat kelas B
dirancang untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh dan melindungi dari
arus listrik sampai 20.000 volt.
c. Kelas C
Hard
hat kelas C melindungi kepala dari benda
yang jatuh,tetapi tidak melindungi dari kejutan listrik dan tidak melindungi
dari bahan korosif.
d. Bump Cap
Bump cap dibuat dari
plastik dengan berat yang ringan untuk melindungi kepala dari tabrakan dengan
benda yang menonjol. Bump cap tidak
menggunakan sistem suspensi, tidak melindungi dari benda yang jatuh, dan tidak
melindungi dari kejutan listrik. Karenanya bump
cap tidak boleh digunakan untuk menggantikan hard hat tipe apapun.
Untuk
mengetahui alat pelindung kepala dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2
Alat Pelindung Kepala
2. Pelindung Mata
Pelindung
mata disebut dengan safety glasses,
berbeda dengan kaca mata biasa, baik normal maupun kir (prescription glasses), karena pada bagian atas kanan dan kiri frame terdapat pelindung dan jenis
kacanya yang dapat menahan jenis sinar ultraviolet
(UV) sampai persentase tertentu. Sinar
ultaraviolet muncul karena lapisan ozon yang terbuka pada lapisan atmosfer
bumi. UV dapat mengakibatkan pembakaran kepada kulit dan bahkan kanker kulit. Untuk
mengetahui alat pelindung mata dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Alat Pelindung Mata.
3. Pelindung Wajah
Alat
pelindung wajah terdiri dari:
a.
Goggles
Goggles memberikan
pelindungan lebih baik dari pada safety
glasses karena goggles terpasang
dekat wajah. Hal ini dikarenakan goggles mengitari
area mata,maka goggles melindungi
lebih baik pada situasi yang mungkin tejadi percikan cairan, uap logam, uap,
serbuk, debu, dan kabut.
b.
Face shield
Face shield
memberikan perlindungan wajah menyeluruh dan sering digunakan pada operasi
peleburan logam, percikan bahan kimia, atau partikel yang melayang. Banyak face shield yang dapat digunakan
bersamaan dengan pemakaian hard hat.
Walaupun face Shield melindungi
wajah, tetapi face shield bukan
pelindung mata yang memadai, sehingga pemakaian safety glasses harus dilakukan dengan pemakaian face shield.
c. Welding
Helmets
Jenis
pelindung wajah yang lain adalah welding
helmets (topeng las). Topeng las memberikan perlindungan pada wajah dan
mata. Topeng las memakai lensa absorpsi khusus yang menyaring cahaya yang terang
dan energi radiasi yang dihasilkan selama operasi pengelasan. Sebagaimana face shield, safety glasses atau goggles
harus dipakai saat menggunakan helm las.
d. Masker wajah
Masker berfungsi untuk melindungi
hidung dari zat zat berbau menyengat dan dari debu yang merugikan.
Untuk mengetahui alat pelindung
wajah dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4
Alat Pelindung Wajah.
4.
Pelindung Tangan
Diperkirakan
hampir 20% dari seluruh kecelakaan yang menyebabkan cacat adalah tangan. Tanpa jari atau tangan, kemampuan bekerja akan sangat
berkurang. Tangan manusia sangat unik. Tidak ada bentuk
lain di dunia yang
dapat
mencengkram, memegang, bergerak dan memanipulasi benda seperti tangan manusia.
Karenanya tangan harus dilindungi dan disayangi.
Kontak dengan bahan kimia Kaustik
atau beracun, bahan-bahan biologis, sumber listrik, atau benda dengan suhu yang
sangat dingin atau sangat panas dapat menyebabkan iritasi atau membakar tangan.
Bahan beracun dapat terabsorbsi melalui kulit dan masuk ke badan. APD tangan
dikenal dengan safety glove dengan
berbagai jenis penggunaanya. Berikut ini adalah jenis-jenis sarung tangan
dengan penggunaan yang tidak terbatas hanya untuk melindungi dari bahan kimia.
Jenis-Jenis safety glove:
a.
Sarung
tangan metak mesh, tahan terhadap ujung yang lancip
dan menjaga terpotong;
b.
Sarung tangan kulit, terbuat dari
kulit ini akan melindungi tangan dari permukaan kasar;
c.
Sarung tangan vinyl dan neoprene, melindungi tangan
terhadap bahan kimia beracun;
d.
Sarung tangan padded cloth, melindungi tangan dari
ujung yang tajam, pecahan gelas, kotoran dan vibrasi;
e. Sarung
tangan heat resistant, mencegah
terkena panas dan api;
f.
Sarung tangan
karet, melindungi saat bekerja disekitar arus listrik karena karet merupakan
isolator (bukan penghantar listrik);
g.
Sarung tangan latex disposable, melindungi tangan dari
germ dan bakteri, sarung tangan ini
hanya untuk sekali pakai;
h.
Sarung tangan lead lined, digunakan untuk melindungi tangan dari sumber radiasi.
Untuk mengetahui alat pelindung
tangan dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Alat Pelindung Tangan.
5.
Pelindung Kaki
Para
ahli selama berabad-abad membuat rancangan dan struktur umtuk kaki manusia.
Kaki manusia sangat kokoh untuk mendukung berat seluruh badan, dan cukup flexible untuk memungkinkan berlari,
bergerak, taupun pergi. Tanpa
kaki dan jari-jari kaki, kemampuan bekerja akan sangat berkurang.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakan pada kaki salah satunya adalah
akibat bahan kimia. Cairan seperti asam, basa, dan logan cair dapat menetes ke
kaki dan sepatu. Bahan berbahaya tersebut dapat menyebabkan luka bakar akibat
bahan kimia dan panas. Banyak jenis jenis sepatu
keselamatan dan diantaranya adalah:
a.
Sepatu latex/karet, sepatu ini tahan bahan kimia dan memberikan daya tarik extra pada permukaan
licin;
b. Sepatu buthyl, melindungi kaki terhadap ketone, aldehyde, alcohol, asam, garam,
dan basa;
c.
Sepatu
vinyl, tahan terhadap pelarut, asam, basa, garam,
air, pelumas dan darah;
d.
Sepatu nitrile, tahan terhadap
lemak hewan, oli, dan bahan kimia.
Untuk mengetahui alat pelindung kaki dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Alat Pelindung Kaki.
6. Pelindung Telinga
Pelindung
telinga tidak boleh dianggap enteng terutama untuk pekerja yang bekerja di
tempat yang berkondisi bising baik itu dari gesekan benda-benda keras ataupun
bunyi-bunyi keras dari mesin. PPE yang digunakan untuk kondisi seperti ini
adalah dengan menggunakan earphone,
system kerja alat earphone ini yaitu
meredan suara yang akan masuk ke telinga sehingga suara bising tidak mengganggu
dan merusak system kerja telinga, karena manusia mempuinyai batas pendengaran. Apabila kekerasan suara yang terlalu keras maka akan
memyebabkan kerusakan pada gendang telinga.
Untuk Mengetahui alat pelindung telinga dapat di lihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Alat Pelindung
Telinga.
7. Tali Keselamatan
Tali keselamatan disebut safety belt, yang diperlukan untuk perlindungan diri pekerja yang
melakukan pekerjaannya yaitu diketinggian dan agar mengurangi resiko jatuh
langsung dari ketinggian.
Untuk
mengetahui alat tali keselamatan dapat dilihat pada Gambat 2.7.
Gambar 2.7 Tali Keselamatan.
8. Jas Laboratorium
Jas laboratorium sangat penting pemakaiannya terutama di laboratorium
kimia. Karena jas ini akan melindungi tubuh dari kontak langsung dengan suatu
zat kimia yang dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia. Kriteria
yang baik untuk jas Laboratorium ini sendiri yaitu:
a. Nyaman
dipakai;
b.
Bahan kain
yang cukup tebal;
c. Berwarna
terang/putih;
d. Berkancing
(non resleting);
e. Panjang jas
sampai lutut dan dengan lengan sampai pergelangan tangan;
f.
Ukurannya
tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar.
Untuk mengetahui jas
laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14
Jas Laboratorium.
BAB III
EVALUASI SMK3
TAHAP CHECK DI PT. SEMEN GRESIK
3.1 SMK3
Berdasarkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik
telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan baik
yang berlandaskan pada Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001 dan Sistem Manajemen Laboratorium ISO 17025. Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di PT. Semen Gresik (Persero)
Tbk. Pabrik Gresik telah melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan
penjelasan dari Undang Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja bahwa
“Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan
dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam perusahaan
yang bersangkutan serta dapat memberikan penerangan efektif pada para pekerja
yang bersangkutan”.
Untuk
pelaksanaan Identifikasi Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) dilaksanakan setiap
bulan. Kemudian hasil inspeksi oleh masing-masing unit kerja diserahkan ke
bagian K3 untuk dikelola datanya kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak
yang ditemukan di tempat kerja. Adapun audit internal SMK3 merupakan audit SMK3
yang terjadual dilaksanakan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan
untuk menentukan apakah kegiatan tersebut efektif. Audit internal SMK3 ini
dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan independen di perusahaan. Laporan
audit didistribusikan kepada manajemen dan petugas lain yang berkepentingan. 61
Kekurangan yang ditemukan pada saat audit diprioritaskan dan dipantau untuk
menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.
3.1.1 Emergency Response Planning
Emergency Response Planning merupakan bagian dari SMK3 dan adalah aksi tanggap terhadap keadaan
darurat yang terjadi, seperti kebakaranpemulihan keadaan darurat. Emergency
Response Planning yang diterapkan di
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik sudah cukup baik. Hal ini dapat
terlihat dari lay out gedung perkantoran atau tempat kerja yang
bertingkat pasti memiliki tangga darurat. Selain itu, ada petunjuk-petunjuk
arah untuk keluar gedung dan nomornomor telepon penting yang harus dihubungi
pada saat keadaan darurat. Adapun prosedur menghadapi keadaan darurat atau
bencana telah diuji secara berkala untuk mengetahui kehandalan pada saat
kejadian yang sebenarnya. Dokumen terkait mengenai prosedur menghadapi keadaan
darurat atau bencana diantaranya:
1. Prosedur Tanggap Darurat ISO 14001
2. WI
Tanggap Darurat Seksi Keselamatan dan Kebersihan Gresik.
Sedangkan
prosedur rencana pemulihan keadaan darurat bertujuan menjamin bahwa pegawai
yang mengalami trauma dan situasi yang dinyatakan dalam keadaan darurat menjadi
pulih kembali dalam kondisi normal secara cepat. Untuk pemasangan APAR di PT.
Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik belum sepenuhnya sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-04/MEN/1980 tentang
Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR, pasal 4 (1) yaitu “setiap satu
atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah
dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan
pemberian tanda pemasangan” dan pasal 4 (3) yaitu “tinggi pemberian tanda
pemasangan tersebut (ayat 1) adalah 125 cm dari dasar lantai tepat di atas satu
atau kelompok alat pemadam api ringan bersangkutan”.
Hal ini
dikarenakan masih ada beberapa APAR yang ditempatkan di pojok ruangan yang
tidak dapat dilihat dengan jelas karena tertutup oleh perabotan ruangan seperti
meja dan ada pula kartu pengecekan APAR yang belum diganti meskipun sudah
penuh. Selain itu, masih ada banyak APAR yang diletakkan di dasar lantai. Untuk
itu, sebaiknya pihak K3 segera melakukan tindakan untuk membenahi
kekurangan-kekurangan mengenai pemasangan APAR tersebut.
3.1.2 Manajemen Lingkungan
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik
telah menerapkan prosedur manajemen lingkungan di setiap unit kerja berdasarkan
ISO 14001. Kebersihan lingkungan pabrik merupakan tanggung jawab dari Seksi
Keselamatan dan Kebersihan dan dibantu oleh anak perusahaan PT. Swabina Gatra
yang bertugas sebagai tenaga kebersihan dan PT. Swadaya Graha sebagai penyedia
alat-alat berat penunjang kebersihan. Sedangkan untuk kebersihan di setiap unit
merupakan tugas dari masing-masing unit tersebut. Dari hasil pengamatan, dapat
terlihat bahwa setiap bak sampah yang tersedia baik di masing-masing unit
maupun di pinggir-pinggir jalan di dalam pabrik telah sesuai dengan
standarisasi bak sampah yang telah ditentukan.
Namun
demikian, untuk kebersihan di jalan jalan lingkungan pabrik kurang
diperhatikan. Hal ini terlihat dari sampah-sampah daun yang berserakan di
sepanjang jalan lingkungan pabrik tersebut. Selain itu, rerumputan di
taman-taman di lingkungan pabrik banyak yang belum dirapikan. Kemungkinan
timbulnya ketidaksesuaian di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik
dalam menerapkan manajemen lingkungan sekarang ini, dikarenakan pekerja yang
bertugas untuk kebersihan lingkungan sangat kurang jika dibandingkan dengan
wilayah pabrik yang begitu luas. Oleh karena itu, tenaga tambahan yang bertugas
untuk kebersihan sangat diperlukan agar lingkungan pabrik tampak menjadi lebih
indah dan bersih secara maksimal. Selain
aspek diatas tersebut, perusahaan ini juga memiliki utilitas dan fasilitas
pengolahan air.
3.1.2.1 Water
Treatment
Water
treatment di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik
Gresik telah ditangani oleh petugas yang berkompeten dan dilaksanakan dengan
urutan prosedur penanganan yang baik dan benar sehingga kebutuhan air untuk
keperluan di dalam dan di luar pabrik dapat terpenuhi secara maksimal. Selain
itu, air kotor dari Reservoir II juga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan yang mulia oleh tim pemadam kebakaran.
3.1.2.2
Utilitas
Utilitas
atau sarana penunjang di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik hampir
serba ada, mulai dari penyediaan udara tekan, penyediaan bahan bakar,
pembangkit tenaga listrik, POM bensin, laboratorium yang lengkap bahkan sudah
bertaraf nasional dan juga pelabuhan yang lokasinya tidak jauh dari pabrik.
Dari hasil pengamatan, seluruh sarana penunjang yang ada tersebut telah
dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan produksi dan kebutuhan lainnya di
lingkungan pabrik.
3.1.3
Pelayanan Kesehatan
Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa,
“upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang”. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk. Pabrik Gresik termasuk dalam criteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya
terhadap tenaga kerja, tetapi juga terhadap orang lain yang berada di tempat
kerja. Dengan menyediakan fasilitas seperti poliklinik, rumah sakit, kotak P3K
di setiap unit kerja dan pemeriksaan kesehatan awal, berkala juga khusus, berarti
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik sudah mengupayakan kesehatan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23.
Selain itu,
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik juga memiliki dokter dan perawat
yang telah sertifikasi memperoleh pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Hal
ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per-01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi dokter Perusahaan,
Pasal 1 dinyatakan bahwa, ”setiap perusahaan diwajibkan untuk mengirimkan
setiap dokter perusahaannya untuk mendapatkan latihan dalam bidang Higene
Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja”.
Selain itu,
hal tersebut juga telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per-01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Higene Perusahaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Bagi Paramedis Perusahaan, Pasal 1 dinyatakan bahwa, ”setiap
perusahaan yang memperkerjakan tenaga paramedic diwajibkan untuk mengirimkan
setiap tenaga tersebut untuk mendapatkan latihan dalam bidang Higene
Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja”.
3.1.3.1
Ergonomi
Waktu kerja
di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik sudah sesuai dengan
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 77 (2.b) yaitu 8
jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Karena waktu
kerja di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik hanya 8 jam sehari dalam
5 hari kerja yaitu Senin − Jum’at kecuali bagi yang lembur. Sikap tubuh tenaga kerja di PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik dilakukan dengan duduk karena sebagian
besar tenaga kerjanya bekerja di bagian perkantoran. Sedangkan sebagian kecil
bekerja di ruang Central Control Room (CCR) karena hampir seluruh proses
produksi di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik menggunakan panel
dengan CCR. Di ruang CCR tersebut tenaga kerja juga melakukan aktivitas
pekerjaannya dengan sikap duduk. Penempatan panel dengan CCR mudah dijangkau
dengan arah yang tepat sesuai dengan gerakan tubuh yang paling nyaman.
3.1.3.2
Gizi Kerja
Koperasi
Semen Gresik telah menyelenggarakan kantin di dalam pabrik sesuai dengan Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE- 01/MEN/1979 tentang
pengadaan kantin dan ruang makan. Selain itu, untuk memenuhi gizi kerja yang
baik, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik juga telah menyediakan air
minum bermerk “SWA” yang tersedia di setiap unit kerja dalam bentuk botol dan
gelas plastik serta memberikan gizi tambahan bagi karyawan lembur dan shift malam.
Dari hasil pengamatan, sebagian besar tenaga kerja tidak mau memanfaatkan
kantin pabrik untuk makan pada saat istirahat. Pihak perusahaan maupun koperasi
yang telah menyelenggarakan kantin juga tidak ada upaya untuk memperbaiki
keadaan kantin agar tenaga kerja mau memanfaatkannya kembali, semisal dengan
memperluas ruang kantin dan mengatur menu makanan agar tidak monoton dan
menarik perhatian tenaga kerja.
3.1.3.3 Surat Ijin Kerja
Dengan
adanya Surat Ijin Kerja sebagai salah satu prosedur dalam melakukan pekerjaan
yang memiliki potensi bahaya yang tinggi, maka PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.
Pabrik Gresik telah melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu
Permenaker RI No. Per.05/MEN/1996 tentang SMK3. Selain itu, Surat ijin kerja
sangat menentukan tindakan yang harus dilakukan oleh pekerja sebelum memulai
pekerjaannya yang berisiko tinggi tersebut dengan memberikan keterangan mengenai
prosedur-prosedur cara melakukan pekerjaan dengan baik dan benar serta
hati-hati.
3.2 Faktor
Bahaya
3.2.1 Debu
Debu
merupakan faktor bahaya yang terdapat di hampir seluruh lingkungan PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik terutama di unit finish mill dan unit
packer. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-01/MEN/1997
tentang Nilai Ambang Batas Bahan Kimia di Udara Tempat Kerja, NAB untuk debu
semen yaitu sebesar 10 mg/m3.
Dari hasil
pengukuran debu, kadar debu di finish mill melebihi NAB yaitu dengan
hasil HVDS sebesar 12,06 mg/m3. Hal ini kemungkinan akibat kebocoran tube mill yang menyebabkan
semen yang sedang diproses didalamnya berhamburan keluar sehingga debu semen
banyak berterbangan. Pengukuran di unit packer diperoleh hasil untuk
HVDS sebesar 1,226 mg/m3. Nilai ini masih di bawah NAB untuk debu semen sebesar 10 mg/m3. Sedangkan untuk nilai pengukuran LVDS baik di unit finish mill maupun
unit packer hanya sebesar -0,002 mg/m3. Ini menunjukkan bahwa nilai pengukuran nol.
Meskipun
dampak debu semen tidak begitu mempengaruhi kesehatan tenaga kerja, tetapi PT.
Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik telah memasang alat Dust Collector
(DC) di unit finish mill dan unit packer. Dust Collector merupakan
alat penyerap debu yang ada pada unit finish mill dan unit packer.
Selain itu, dipasang juga alat Electrostatic Presipitator (EP).
Perusahaan juga tetap mengharuskan tenaga kerja untuk menggunakan masker pada
saat memasuki area unit finish mill dan unit packer. Namun
demikian, terkadang ada pula tenaga kerja yang tidak mau memakai masker dengan
alasan ribet dan sulit bernafas. Akan tetapi, dalam hal ini perusahaan tidak
memberikan sanksi yang tegas untuk pekerja yang tidak disiplin memakai masker
tersebut.
3.2.2 Bising
Bising merupakan faktor bahaya yang tidak terhindarkan di unit finish
mill dan unit packer. Hal ini dikarenakan di kedua unit tersebut
sebagian besar pengoperasiannya menggunakan mesin-mesin raksasa berat
yang mengeluarkan suara bising. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. KEP. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja, dikatakan bahwa “kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang 52
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran”.
Di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP. 51/MEN/1999, NAB untuk
kebisingan yaitu sebesar 85 dBA dalam waktu 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Sedangkan kebisingan yang melampaui NAB ditentukan waktu pemajanan yang
disesuaikan dengan intensitas kebisingan. Tabel 3.1. Nilai Ambang Batas
Kebisingan.
Dari hasil
pengukuran kebisingan di unit finish mill, intensitasnya mencapai 93,7
dBA dengan waktu pemajanan selama ±15 menit per-hari. Sedangkan intensitas
kebisingan yang diperkenankan untuk waktu pemajaman 15 menit perhari yaitu
sebesar 100 dBA. Oleh karena itu, intensitas kebisingan di unit finish mill
dinyatakan tidak melebihi NAB. Untuk hasil pengukuran kebisingan di unit packer,
diperoleh intensitas sebesar 84,5 dBA dengan waktu pemajanan selama 8 jam per-hari.
Sedangkan intensitas kebisingan yang diperkenankan sebesar 85 dBA. Oleh karena
itu, intensitas kebisingan di unit packer dinyatakan tidak melebihi NAB.
Meskipun
unit finish mill dan unit packer masih dalam katagori aman dari
bahaya kebisingan, tetapi PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. tetap mengharuskan
tenaga kerjanya untuk memakai ear plug pada saat memasuki area unit finish
mill dan unit packer.
3.2.3 Penerangan
Penerangan merupakan salah satu faktor penunjang produktivitas kerja
yang perlu diperhatikan. Dengan penerangan yang cukup, maka suatu pekerjaan
akan berjalan dengan baik dan lancar. Berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan
No. 7
Tahun 1964
tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja,
ditetapkan untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kasar
membutuhkan penerangan sebesar 50 lux. Sedangkan untuk pekerjaan kantor,
pekerjaan mesin dan pemeriksaan membutuhkan penerangan sebesar 300 lux.
Dari hasil
pengamatan, pekerjaan di unit finish mill tidak memerlukan tingkat
ketelitian tinggi. Untuk hasil pengukuran penerangan di unit finish mill
didapat intensitas sebesar 22,3 lux dan 19,8 lux, sedangkan untuk unit packer
sebesar 27,3 lux dan 28,65 lux. Dari nilai pengukuran intensitas penerangan
baik di unit finish mill maupun unit packer dinyatakan masih
kurang dari nilai yang diperkenankan yaitu sebesar 50 lux. Penerangan yang
kecil oleh perusahaan sengaja diberikan untuk menghemat energi. Hal ini
dikarenakan aktivitas di unit finish mill dilakukan melalui Control
Center Room (CCR).
Namun
demikian, pada saat dilakukan perbaikan, maka penerangan di unit finish mill
tersebut akan ditambah sebesar 300 lux sesuai dengan nilai yang
diperkenankan. Sedangkan di unit packer yang juga memiliki intensitas penerangan
kecil seharusnya ditambah karena di unit ini ada tenaga kerja yang bekerja
mengepak semen ke dalam sak selama 8 jam kerja dalam sehari. Jika hal tersebut
dibiarkan terus menerus akan berakibat kurang baik bagi kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja karena dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja
terutama yang berkaitan dengan mata dan kecelakaan kerja akibat penglihatan
yang kurang jelas sehingga bisa saja tenaga kerja terjepit alat pengepak semen.
3.2.4 Iklim Kerja
Faktor
iklim kerja sangat erat kaitannya dengan kesehatan tenaga kerja. Jika iklim
kerja di suatu tempat kerja itu buruk, maka dapat menyebabkan tenaga kerja sakit
atau cepat lelah sehingga produktivitas menjadi menurun. Berdasarkan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja, dinyatakan bahwa, “iklim kerja adalah hasil perpaduan
antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan
tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya”.
NAB untuk kelembaban nisbi yaitu antara 65 − 95%, sedangkan untuk ISBB antara 21 − 30oC.
Dari hasil
pengukuran iklim kerja, kelembaban nisbi di unit finish mill yaitu sebesar
75,5%. Nilai tersebut masih sesuai dengan NAB untuk kelembaban nisbi yaitu
sebesar 65 − 95%. Untuk
suhu basah alami di unit finish mill yaitu sebesar 25,5ºC, juga masih
sesuai dengan kriteria suhu basah alami 21 − 30ºC. Sedangkan pada unit packer, kelembaban nisbi yang didapat
sebesar 72%, masih sesuai dengan nilai yang diperkenankan. Dan untuk suhu basah
alaminya diperoleh sebesar 25ºC, juga masih sesuai dengan nilai yang
diperkenankan.
Meskipun
tidak ada masalah mengenai iklim kerja di unit finish mill dan unit packer,
akan tetapi akan lebih baik jika ventilasi di kedua unit tersebut ditambah agar
pergantian udara segar menjadi lebih lancar.
3.3. Alat
Pelindung Diri
Dari hasil
pengamatan mengenai APD, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik
diketahui telah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dikatakan bahwa “dengan
peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi
alat-alat perlindungan diri pada para tenaga kerja”. Hal ini terbukti dari
persediaan APD di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik sudah lengkap
dan semuanya sesuai standar keselamatan (MSA). Akan tetapi, tidak semua
karyawan mau mentaati pemakaian APD pada saat sedang bekerja dengan alasan
ribet, kurang nyaman atau mengganggu pekerjaan. Hal ini ternyata tidak terlalu
ditanggapi serius oleh perusahaan dengan tidak adanya sanksi untuk karyawan
yang tidak mau mentaati pemakaian APD.
Oleh karena
itu, sebaiknya pemakaian APD
disosialisasikan lagi kepada seluruh tenaga kerja PT. Semen Gresik (Persero)
Tbk. Pabrik Gresik dan dibuat sanksi tertulis bagi yang tidak mau memakainya.
3.4 Implementasi 5R
Salah satu
bentuk evaluasi pada perusahaan ini adalah penerapan 5R. Penerapan 5R di PT.
Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik berjalan dengan sangat baik.
Penerapan 5R ini merupakan salah satu bentuk kegiatan MMT (Manajemen Mutu
Terpadu) yang berorientasi pada peningkatan kualitas lingkungan kerja dan sikap
kerja para tenaga kerja yaitu dengan perpaduan antara kondisi tempat kerja yang
baik dan sikap positif serta kemauan belajar untuk meningkatkan kemampuan
berkarya. Dari hasil pengamatan, penerapan 5R sudah dilaksanakan hampir di
setiap unit.
Namun demikian, penerapan 5R yang terbilang paling baik dan efektif
yaitu di unit bengkel mesin PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Gresik
dimana seluruh karyawan di unit tersebut
telah menerapkan prinsip-prinsip 5R pada diri mereka masing-masing dalam melaksanakan
tugasnya. Terbukti pada unit bengkel mesin ini telah memperoleh ‘’Piala Emas’’ dari kompetisi 5S
Antar Perusahaan Se- Jawa Timur untuk kategori pembentukan karakter atau tabiat
kerja tenaga kerja dalam meningkatkan poduktivitas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan pada BAB
III, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Secara
umum, evaluasi terhadap PT. Semen Gresik dalam tahapan check dalam pengelolaan
kualitas lingkungannya telah berjalan dengan baik;
2. Setiap faktor bahaya yang terdapat selama aktifitas
pabrik PT. Semen Gresik telah ditangani sesuai dengan peraturan berlaku, yaitu
dengan menggunakan alat pengendalian pencemaran dan APD;
3. PT. Semen Gresik tidak memberikan sanksi kepada karyawan
yang tidak mentaati pemakaian APD;
4. PT. Semen Gresik juga telah merencanakan Emergency Response Planning sesuai dengan prosedur pada peraturan ISO
14001 dan WI pada pabrik tersebut;
5. PT. Semen Gresik juga telah menyediakan layanan kesehatan
untuk karyawan-karyawannya terkhususkan untuk karyawan yang bekerja dengan
risiko bahaya kesehatan;
6. PT Semen Gresik telah merancang tempat kerja yang
ergonomik serta juga memenuhi kebutuhan gizi karyawan;
7.
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik
Gresik telah melaksanakan peraturan perundang undangan
yang berlaku yaitu Permenaker RI No. Per.05/MEN/1996 tentang SMK3, dan telah mendapatkan surat izin kerja.
4.2
Saran
Adapun saran yang
dapat diberikan terkait dengan pengelolaan SMK3 pada PT. Semen Gresik ialah
sebagai berikut:
1.
Karyawan-karyawan
yang bekerja pada pabrik sebaiknya menggunakan APD yang telah disediakan oleh
perusahaan sesuai dengan ketentuan WI dari perusahaan.
2.
Bagi
PT Semen Gresik agar menindak lanjuti karyawan yang melanggar aturan SMK3,
sehingga adanya disiplin dari karyawan tersebut, dan juga dapat meminimalisir
resiko bahaya dan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Depnaker RI. 2000. Tata Cara Pengajuan, Penilaian dan
Pemberian Kecelakaan Nihil (Zero Accident
Award).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012.
Dewi, Rijuna. 2006. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Ecogreen Oleochemical Medan Plant. Skripsi Fakultas Ekonomi: USU.
Heidjrachman
dan Suad Husnan. 1996. Manajemen
Personalia. BPFE Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Hasibuan,
Malayu S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia Edisi Revisi. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Suma'mur.
1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Haji Masagung:
Jakarta.
Suma'mur.
1976. Higine Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Gunung Agung: Jakarta.
Zaman. 2008. Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pabrik
Kelapa Sawit Tanjung Medan Riau. USU: Medan.